Pertemuan 10 Psikologi Umum ll
Psikologi Sosial
PENGARUH SOSIAL (SOCIAL INFLUENCE)
Social influence (pengaruh sosial adalah bentuk interaksi secara langsung ataupun tidak langsung yang mempengaruhi perilaku, perasaan, dan pemikiran masing-masing individu. Seorang individu
akan melakukan sesuatu yang diinginkan orang lain bahkan tak jarang berlawanan dengan keinginan dirinya sendiri. Hubungan sosial tak hanya terjadi antar keluarga, tetapi juga terjadi antar
individu dewasa diberbagai tempat, situasi, dan kondisi. Misalnya, hubungan yang terjadi di tempat kerja antara atasan dengan bawahan dalam situasi bawahan yang meyakinkan atasan atas suatu projek yang akhirnya disetujui. Hal ini menunjukkan bahwa suatu individu memiliki kemampuan untuk meyakini dan diyakini, menerima dan diterima, mempengaruhi dan dipengaruhi (Ciccarelli & White, 2013).
Conformity (Konformitas)
Konformitas merupakan suatu usaha untuk mengubah perilaku seseorang menjadi lebih
cocok dengan perilaku atau tindakan orang lain.
Konformitas adalah perubahan pilihan, perilaku, ataupun tindakan
karena mengikuti pilihan atau perilaku orang lain ataupun standar yang berlaku (Ciccarelli & White, 2006).
Penelitian mengenai konformitas dengan gender sebagai pengaruhnya menghasilkan kesimpulan bahwa konformitas untuk wanita lebih kecil daripada untuk pria. Akan tetapi, hal sebaliknya terjadi apabila diberikannya tanggapan publik
(Eagly, 1987; Eagly et.al., 2000; Eagly & Charly, 2007). Hal ini disebabkan oleh sosialisasi yang dilakukan oleh wanita bersifat lebih menyenangkan dan mendukung (Ciccarelli & White, 2013).
Salah satu faktor penyebab seseorang merasa perlu untuk menyesuaikan diri adalah pengaruh sosial normatif, kebutuhan untuk bertindak dengan cara yang kita rasa akan membuat kita disukai dan diterima oleh orang lain.
Contoh aplikatifnya yaitu Dulu sebelum berteman dengan temannya yang anak pesantren adek saya masih memakai hijab yang pendek namun setelah berteman dengan temannya anak pesantren dia jadi berubah mulai dari bertutur kata yang baik dan menggunakan hijab yang panjang serta lebih sering menggunakan gamis.
Kesepakatan (Compliance)
Kesepakatan terjadi ketika seseorang melakukan suatu hal yang
diperintahkan oleh orang lain dimana orang yang memberi perintah tersebut tidak memiliki hak atau wewenang dalam memberikan perintah (Ciccarelli & White, 2006).
Contoh aplikatifnya yaitu ketika saya mengiyakan permintaan teman saya untuk menemaninya berbelanja, dimana teman saya tidak memiliki hak untuk menyuruh saya.
Obedience
Obedience adalah suatu bentuk kepatuhan (pengubahan perilaku) karena suatu perintah
langsung dari otoritas yang berwenang. Ada perbedaan antara konsep kepatuhan, yaitu setuju untuk mengubah perilaku karena orang lain meminta perubahan, dan mengubah perilaku seseorang atas perintah langsung dari figur otoritas. Figur otoritas adalah orang dengan kekuatan sosial seperti polisi, guru, atau supervisor kerja yang memiliki hak untuk menuntut perilaku tertentu dari orang-orang yang berada di bawah komando atau pengawasannya.
Contoh aplikatifnya yaitu ketika saya disuruh ke fotokopi oleh guru saya untuk membeli sesuatu barang
Kesadaran Sosial (Social Cognition)
Pada kognisi sosial atau social cognition kita akan mempelajari bagaimana
cara pandang kita terhadap orang lain yang nantinya membentuk kesan pertama dan bagaimana kognisi tersebut akan mempengaruhi tindakan dari orang tersebut. Kognisi sosial ini akan dibagi menjadi 3 pembahasan, yaitu :
Attitudes (Sikap)
Secara sederhana, attitudes adalah suatu sikap dimana kita dapat menilai suatu
objek, orang, keadaan, atau ide ide orang lain secara subjektif yang kemudian dikelompokkan menjadi positif dan negatif ( Triandis, 1971). Pembentukan sikap yang seperti ini tidak terbentuk dengan sendirinya, tapi melalui proses pembelajaran melalui pengalaman yang didapat dan juga faktor dari berinterkasi dengan orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
The ABC Model of Attitudes :
1) Affective Component
Komponen afektif adalah suatu komponen emosional atau perasaan seseorang
terhadap ide, objek, dan keadaan tertentu.
Contoh aplikatifnya saya yang menyukai cabang olahraga badminton karena merasa mudah dilakukan dan banyak manfaat bagi tubuh.
2) Behavior Component
Komponen perilaku adalah suatu tindakan atau perilaku seseorang terhadap ide,
orang, atau keadaan tertentu.
Contohnya saya yang menyukai badminton
akan mempunyai raket sendiri, menonton pertandingan badminton yang ditayangkan di TV, mengumpulkan informasi seputar pemain terbaik badminton saat ini, dan pergi ke tempat pertandingan diadakan.
3.Cognitive Component
Komponen kognitif adalah bagaimana cara pikir seseorang terhadap dirinya, ide,
atau situasi tertentu.
Contohnya seseorang yang menyukai badminton akan beranggapan olahraga ini lebih banyak keunggulannya dibanding olahraga lain.
Impression Formation (Pembentukan Kesan)
Pembentukkan kesan biasanya terjadi ketika kita baru pertama kali bertemu
dengan seseorang. Biasanya orang akan mengumpulkan informasi dan pengetahuan apa saja yang bisa didapatkannya dengan memprediksi apa saja yang tampak, yang sering kali hanya berdasarkan pada aspek fisik saja.
1.Social Categorization
Kategori sosial adalah proses yang terjadi jika seseorang bertemu dengan
orang baru yang ditugaskan ke beberapa kelompok tertentu yang didasarkan pada aspek yang sama pada pengalaman yang dimilikinya. Biasanya kategori sosial ini terbentuk dengan sendirinya atau secara alamiah namun hal itu terkadang dapat menimbulkan masalah. Menggunakan pemikiran yang dangkal dalam kategori sosial
ini dapat memunculkan stereotip yang bermakna negatif sehingga orang lain menjadi
salah menilai dan memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda. Jadi, untuk
menghindari terjadinya stereotip negatif terhadap seseorang solusinya adalah dengan menyadari stereotip yang ada dan menerapkan pemikiran kritis, sehingga tidak asal mengambil kesimpulan.
2.Implicit Personality Theories
Menempatkan seseorang pada kategori tertentu seperti jenis orang,
kepribadian, dan lainnya. Misalnya, teori kepribadian implisit yang memyatakan bahwa orang yang bahagia adalah orang yang ramah dan orang yang pendiam adalah orang pemalu. Namun, anggapan seperti ini belum tentu benar, tapi akan membatu dalam membentuk skema mental tipe tertentu. Alat untuk mengukur sikap impilisit yang membentuk teori kepribadian implisit adalah Tes Asosiasi Implisit (IAT) yang dilakukan oleh komputer dengan mengukur tingkat hubungan antara pasangan konsep tertentu.
Attribution (Attribusi)
Attribusi adalah suatu proses yang menjelaskan bagaimana perilaku seseorang
dan bagaimana pula perilaku orang lain. Awalnya teori attribusi ini dikembangkan oleh psikolog sosial Fritz Heider (1958) yang menjelaskan mengapa seseorang memilih menjelaskan perilaku yang dilakukannya. Pada dasarnya da dua faktor yang
terlibat yaitu eksternal dan internal. Jika faktornya berasal dari sumber eksternal seperti cuaca, lalu lintas, maka disebut sebagai penyebab situsional (situational cause). Sebaliknya, jika berasal dari faktor internal seperti rasa malas dan ceroboh maka disebut penyebab dispoposional (dispositional cause).
Fundamental Attribution Error
Merupakan kecendrungan seseorang mengamati perilaku orang lain dengan
melebih-lebihkan faktor internal dan meremehkan pengaruh situasi. Berikut ada beberapa strategi untuk mengurani kesalahan dalam penilaian terhadap orang lain :
a. Perhatikan berapa banyak orang yang melakukan hal yang sama, jika banyak
orang yang melakukannya maka kemungkinan ada faktor luar yang mempengaruhinnya.
b. Pikirkan apa yang akan dilakukan jika kita meghadapi kondisi yang sama.
Interaksi Sosial (Social Interaction)
Interaksi sosial merupakan hubungan yang terjalin diantara manusia baik
dengan menggunakan bahasa lisan maupun bahasa isyarat (Sudarianto, 2010). Sehingga terbentuklah proses sosial, dimana proses ini akan saling mengikat dan mepengaruhi antara manusia. Interaksi sosial terbentuk melalui kontak sosial. Interaksi ini bukan hanya tentang interaksi dalam segi positif tetapi juga dalam segi negatif, seperti prasangka dan diskriminasi, menyukai dan mencintai, dan agresi dan perilakuprososial.
Prasangka dan Diskriminatif
Dalam sebuah kelompok sosial, dimana salah satu dari anggotanya memiliki
stereotip atau persepsi terhadap anggota kelompok lainnya sehingga terjadilah prasangka (Cicarrelli & White, 2013). Ketika prasangka menyebabkan perbedaan perlakuan terhadap anggota kelompok tersebut maka akan terbentuk deskriminasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prasangka merupakan sikap yang
kemudian individu bertindak sesuai dengan sikap tersebut terbentuklah perilaku diskriminasi.
a) Jenis Prasangka dan Deskriminasi
1. Teori prasangka konflik realistis menyatakan bahwa prasangka dapat meningkat diskriminasi yang berkaitan erat dengan konflik antara kelompok dalam dan kelompok luar (Horowitz, 1985; Taylor & Moghaddam, 1994). sehingga prasangka dapat berkembang seperti ageism, atau sikap prasangka terhadap orang tua atau remaja (antara lain); seksisme; rasisme, atau prasangka terhadap orang-orang dari kelompok etnis yang berbeda; prasangka terhadap mereka yang berbeda agama, mereka yang berbeda tingkat ekonomi, mereka yang kelebihan berat badan, mereka yang terlalukurus, dan sebagainya.
2. Scapegoating, Konflik antar kelompok biasanya lebih besar ketika ada tekanan-tekanan lain yang sedang terjadi, seperti perang, kesulitan ekonomi, atau kemalangan lainnya (Cicarrelli & White, 2013). Ketika tekanan seperti itu terjadi, kebutuhan untuk menemukan kambing hitam menjadi lebih kuat. Hal ini demi kepuasan sebagai target frustrasi dan emosi negatif anggota kelompok.
Mempelajari Prasangka
Dalam teori kognitif sosial, prasangka dipandang sebagai sikap yang terbentuk
saat sikap lain dibentuk, melalui instruksi langsung, pemodelan, dan pengaruh sosial lainnya dalam pembelajaran. Selain itu ada beberapa cara untuk mempelajari prasangka (Cicarrelli & White, 2013), yaitu:
1. Teori Identitas Sosial
Pembentukan identitas seseorang terjadi dalam 3 proses yang akan
mempengaruhi sikap, konsep, dan perilaku seseorang dalam kelompok sosial (Tajfel & Turner, 1986).
a) Kategori sosial
Seperti halnya individu yang menetapkan kategori untuk orang lain, begitu
juga dengan kategori sosial yang ditetapkan dalam kelompok sosial.
b) Identifikasi
Merupakan suatu pandangan terhadap diri sendiri dalam konsep diri sebagai
anggota kelompok sosial.
c) Perbandingan sosial
Ini merupakan bentuk perbandingan diri sendiri dengan orang lain namun
tetap dilebihkan terhadap diri sendiri (Festinger, 1954).
Contoh aplikatifnya yaitu saya dan adik saya sama-sama pintar bikin puisi tapi lebih bagus puisi aku karna aku suka baca juga bedah dengan adek ku.
2. Kerentanan Stereotipe
Stereotip merupakan suatu bentuk dari presepsi terhadap orang lain yang tidak seimbang (Murdianto, 2018). Dengan begitu stereotip akan
mempengaruhi cara pandang orang terhadap orang lain baik dari segi pisitif maupun negatif. Penelitian telah menunjukkan bahwa ketika orang menyadari stereotip yang biasanya diterapkan pada kelompok mereka sendiri oleh orang lain, mereka mungkin merasa cemas untuk berperilaku dengan cara yang mungkin mendukung stereotip tersebut. Ketakutan ini menghasilkan kecemasan dan kesadaran diri yang berdampak negatif pada kinerja mereka.
Kerentanan stereotip sangat terkait dengan ancaman stereotip, anggota kelompok yang distereotip akan menjadi waspada dalam bertindak terhadap situasi apapun karena perilaku dan tanggapan terhadap suatu hal akan
mengkonfirmasi atau bisa membenarkan stereotip tersebut (Cicarrelli & White, 2013).
Mengatasi Prasangka
Prasangka dapat diatasi dengan pempelajari dan memberi pamahaman tentang
perilaku individu (Cicarrelli & White, 2013). seseorang yang terbiasa dengan pergaulan yang kontak langsung antara individu akan memudahkan dalam mengatasi prasangka. Hal ini dikarenakan keterbukaan dan pengertian sehingga stereotip yang menimbilkan prasangka bisa diminimalisir. Kontak status yang sama antara kelompok sosial ataupun antara anggota kelompok bisa berdampak terbalik bagi kelompok atau anggota tersebut (Cicarrelli & White, 2013). dimana ketika antarkelompok berinteraksi dalam suatu kompetitif yang bertujuan untuk membentuk kerjasama tim. Tetapi lain hal yang terjadi, kelompok tersebut akan bermusuhan dan bertengkar dengan kelompok lain. Namun, jika antarkelompok di perlakukan sama atau kontak status yang setara
maka hasilnya akan membuat antarkelompok bisa menerima satu sama lain. Hal
ini telah terbukti mengurangi prasangka dan diskriminasi. Tampaknya keterlibatan pribadi dengan orang-orang dari kelompok lain harus kooperatif dan terjadi ketika semua kelompok setara dalam hal kekuasaan atau status untuk memiliki efek positif dalam mengurangi prasangka (Pettigrew & Tropp, 2000; Robinson & Preston, 1976).
Liking and Loving
Ada beberapa faktor yang membuat orang tertarik kepada orang lain seperti fisik maupun kepribadian. Kecantikan fisik menjadi salah satu faktor utama dalam pendekatan awal, walaupun ada faktor lain yang lebih penting di tahap akhir
hubungan. Ciccarelli & White (2012) mengemukakan kemungkinan orang untuk menjalin hubungan semakin besar ketika orang semakin dekat secara fisik.Kedekatan biasanya terbentuk karena adanya kedekatan secara fisik, orang lebih memilih dekat dengan orang-orang yang tersedia di dekatnya. Namun kedekatan tidak menjamin ketertarikan, orang lebih tertarik dengan orang lain yang serupa baik dari sifat, hobi, maupun keyakinan.Menurut Sternberg, cinta terdiri dari 3 komponen dasar: keintiman, gairah, dan komitmen. Keintiman yang dimaksud adalah perasaan dekat seseorang dengan orang lain, dekat yang dimaksud adalah secara psikologis bukan fisik. Gairah mengacu pada gairah emosional dan seksual yang dirasakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan komitmen adalah keputusan yang dibuat seseorang tentang suatu hubungan.
Dari 3 komponen dasar cinta membentuk 7 macam cinta. Ketika dalam suatu hubungan memiliki kedekatan dan komitmen maka menjadi cinta pendamping, ketika dalam suatu hubungan memiliki gairah dan kedekatan maka menjadi cinta yang romantis, ketika dalam suatu hubungan memiliki gairah dan komitmen menjadi cinta yang bodoh, namun ketika dalam suatu hubungan memiliki kedekatan, gairah, dan komitmen maka akan menjadi cinta yang sempurna.
Aggression and Prosocial Behavior
Agresi adalah tindakan menyakiti atau melukai orang lain, baik berupa kata-kata ataupun tindakan. Frustasi karena dicegah untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan menjadi salah satu penyebab munculnya tindakan agresi.
a. Pengaruh Biologi dan Pembelajaran terhadap AgresiAda banyak bukti pengaruh biologi terhadap tindakan agresi, contohnya kaitan antara testosteron dengan tingkat agresi pada pria. Ini dapat menjelaskan mengapa penjahat biasanya muda, laki-laki, dan berotot. Begitu juga dengan alkohol, secara biologis alkohol juga mempengaruhi neurotransmitter dan juga penurunan serotonin sehingga orang yang mengonsumsi cenderung tidak mengontrol perilaku mereka.
b. Kekuatan Peran Sosial
Selain frustasi, biologi, dan juga bahan kimia teryata ada faktor lain yang mempengaruhi agresi. Agresi juga dipengaruhi oleh peran sosial yang di emban oleh masing-masing individu.
Contoh aplikatifnya pejabat yang tentunya akan menekan perilaku agresinya dan menampakan tingkah-tingkah yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Tingkat agresi juga bisa dipengaruhi oleh dimana dia berada, apabila berada di tempat umum maka orang cenderung untuk bertingkah sesuai norma masyarakat, namun ketika berada di tempat sepi bisa saja perilaku agresinya meningkat.
c. Perilaku Proposial
Salah satu perilaku proposial yang disukai orang-orang adalah altruism, yaitu tindakan membantu seseorang tanpa mengharapkan imbalan dan terkadang tanpa rasa takut akan keselamatan diri sendiri. Sebelum membantu orang lain tentunya orang tersebut perlu mengamati terlebih dahulu. Ada sebuah teori yang dinamakan efek pengamat yaitu kemungkinan pengamat untuk membantu orang lain semakin kecil ketika jumlah pengamat semaki banyak. Ketika terjadi sebuah peristiwa dan hanya ada satu pengamat disana, tentu nya sang pengamat tersebut akan langsung menolong.
Terdapat beberapa faktor pendorong perilaku prososial, yaitu :
1. Situasi
Terdapat korelasi negatif antara pemberian pertolongan dan jumlah pengamat, semakin
banyak pengamat, semakin kecil keinginan untuk menolong. Selain pengaruh kehadiran orang lain, ketika melihat orang lain memberikan pertolongan, maka juga akan hadir dorongan untuk memberikan pertolongan. Desakan waktu dan kemampuan yang dimiliki juga menjadi faktor pendorong prososial.
2. Penolong
Faktor keperibadian berpengaruh terhadap keinginan untuk menolong.
Contoh aplikatifnya orang
dengan kepribadian yang hanya akan menolong ketika ada orang lain yang melihatnya. Faktor lainnya adalah mood para penolong. Orang dengan suasana hati yang baik umumnya lebih mungkin membantu daripada orang yang memiliki suasana hati yang buruk.
3. Penerima pertolongan
Jenis kelamin korban juga menjadi faktor, jika pengamat adalah laki-laki, perempuan
lebih cenderung ditolong laki-laki, namun akan berbeda jika pengamatnya adalah perempuan. Orang yang menarik secara fisik lebih mungkin untuk mendapat bantuan. Korban yang terlihat seperti “itu pantas mereka dapatkan: juga kecil kemungkinannya untuk mendapat bantuan.
Komentar
Posting Komentar